Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesalahan-kesalahan kecil Mario Teguh

Renungan tentang Penyebutan Hari dan Istilah "Tuhan" dalam Konteks Dakwah


Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Tulisan ini disusun sebagai bahan renungan dan muhasabah (introspeksi diri) bersama, khususnya bagi kita sesama Muslim, dalam menyikapi beberapa hal yang sering muncul di ruang publik. Tujuannya adalah untuk menimbang suatu persoalan dengan kacamata yang diharapkan lebih objektif, didasari semangat untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Mario Teguh adalah seorang motivator yang telah banyak memberikan kontribusi dan inspirasi, dan tulisan ini lahir dari niat untuk berbagi perspektif, bukan untuk merendahkan.

Berikut dua poin yang dapat kita renungkan bersama:

1. Penyebutan Hari Ahad dan Makna di Baliknya


Dalam beberapa kesempatan, Mario Teguh menggunakan sebutan "Minggu" untuk hari pertama dalam pekan. Sebagai bahan renungan, dalam tradisi Islam, kita mengenal sebutan **"Ahad"**.

Menggunakan sebutan "Ahad" memiliki nilai syiar yang dalam. Kata "Ahad" yang berarti "Esa" langsung mengingatkan kita pada Sifat Allah yang Maha Tunggal, seperti yang termaktub dalam Surah Al-Ikhlas: "Qul huwallahu Ahad" (Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa").

Secara historis dan etimologis, nama-nama hari dalam bahasa Indonesia (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu) memang berakar dari bahasa Arab (Itsnain, Tsalatsa, Arba'aa, Khamis, Jumu'ah, Sabt). Sementara, "Minggu" berasal dari bahasa Portugis "Domingo" yang memiliki akar makna keagamaan dalam tradisi Kristen. Oleh karena itu, menggunakan "Ahad" bukan hanya soal kebiasaan linguistik, tetapi juga upaya untuk menghidupkan simbol-simbol keislaman dalam keseharian dan menghindari tasyabbuh (penyerupaan) yang tidak perlu dengan tradisi agama lain. Ini adalah sebuah ikhtiar untuk mengingatkan kita akan keesaan Allah, sebagaimana teladan Bilal bin Rabah radhiyallahu 'anhu yang teguh mempertahankan keimanannya.

2. Penggunaan Istilah "Tuhan" untuk Menyebut Allah


Dalam ceramahnya, Mario Teguh sering menggunakan kata generik "Tuhan" untuk merujuk pada Sang Pencipta. Strategi komunikasi ini mungkin dimaksudkan untuk membuat pesan moralnya lebih inklusif dan mudah diterima oleh audiens dari berbagai latar belakang keyakinan.

Sebagai bahan renungan, dalam ajaran Islam, kita dianjurkan untuk menggunakan **Asma'ul Husna** (nama-nama Allah yang terbaik) seperti "Allah", "Ar-Rahman" (Yang Maha Pengasih), atau "Ar-Rahim" (Yang Maha Penyayang). Penyebutan nama-nama spesifik ini memiliki keutamaan karena:
*   **Menegaskan Keesaan dan Sifat Allah:** Nama "Allah" adalah nama diri yang khusus dan tidak dimiliki oleh sembahan lain, sehingga menghindari kesamaran makna.
*   **Menjaga Kemurnian Akidah:** Hal ini membantu memfokuskan kecintaan, harapan, dan ketakutan kita hanya kepada Allah sebagaimana Dia menyebut Diri-Nya dalam Al-Qur'an.
*   **Bentuk Ketundukan pada Syariat:** Kita diajarkan untuk memuliakan nama-nama Allah dengan menyebutnya secara langsung.

Meski niat untuk berdakwah secara luas sangatlah terpuji, mendahulukan ridha Allah dengan menggunakan sebutan yang Dia tetapkan untuk Diri-Nya adalah prinsip yang utama. Tujuan dakwah bukan hanya untuk mendapatkan respon positif dari manusia, tetapi agar kebenaran itu sendiri disampaikan dengan cara yang paling diridhai-Nya.

Penutup


Dua hal di atas mungkin dianggap sebagai persoalan kecil atau gaya bahasa oleh sebagian orang. Namun, dalam semangat untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, tidak ada salahnya kita bersama-sama merefleksikan kembali hal-hal yang bersifat prinsipil dalam dakwah. Semoga tulisan singkat ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua, termasuk penulis, untuk senantiasa belajar, memperdalam ilmu, dan berusaha lebih dekat lagi dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sebab, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengingatkan agar kita tidak mudah mengikuti langkah-langkah umat sebelum kita tanpa sikap kritis dan kehati-hatian.

Wallahu a'lam bish-shawab.

1 komentar untuk "Kesalahan-kesalahan kecil Mario Teguh"

Ervan Leonardi 27 September 2016 pukul 00.43 Hapus Komentar
spertinya anda pernah ya ke akhirat.. tau segalanya tntang urusan Tuhan.. Sok suci