Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BOLEHKAH WANITA MEMANDANG LAKI-LAKI?

 

bismillahirrohmaanirrohim

Sesungguhnya semua kejadian asalnya dari pandangan baik langsung ataupun tidak langsung, dan dari sinilah kebanyakan orang masuk neraka karena dosa kecil. Seseorang yang berlainan jenis dalam pergaulan, pertama kali yang dilakukan adalah memandang atau memperlihatkan sesuatu sehingga menarik untuk diperhatikan, apalagi dengan mempertontonkan auratnya kepada orang lain, padahal Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat” (HR Bukhari).

Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi). “Hai Alil, janganlah sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan yang lainnya, kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh” (HR Abu Daud dan Tirmizi).

Melihat aurat orang lain itu hukumnya haram, baik dengan syahwat maupun tidak, kecuali jika hal itu terjadi tanpa sengaja. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata bahwasanya saya bertanya kepada Rosulullah tentang memandang (aurat orang lain) secara tiba-tiba (tidak disengaja). Lalu Rosulullah bersabda, “Palingkanlah pandanganmu” (HR Muslim). Kemudian, bagian mana saja yang disebut aurat laki-laki ? Dr. Syekh Yusuf al-Qaradhawi (ulama asal Mesir) mengatakan bahwa kemaluan adalah aurat mughalladzah (berat/besar) yang telah disepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang lain dan haram pula melihatnya, kecuali dalam kondisi darurat seperti berobat dan sebagainya. Bahkan jika aurat ini ditutup dengan pakaian tetapi tipis atau menampakkan bentuknya maka terlarang menurut syara. Mayoritas fukaha berpendapat, paha laki-laki termasuk aurat dan aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Dalam hal ini terdapat rukhsah (keringanan) bagi para olahragawan dan sebagainya yang biasa mengenakan celana pendek, begitu juga bagi para pandu (pramuka) dan pecinta alam.

Selanjutnya Dr. Syekh Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa aurat laki-laki itu haram dilihat, baik oleh perempuan maupun sesama laki-laki. Hal ini merupakan masalah yang sangat jelas, sedangkan bagian tubuh yang tidak termasuk aurat laki-laki seperti wajah, rambut, lengan, bahu, betis dan sebagainya menurut pendapat yang shahih boleh dilihat selama tidak disertai syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah.

Bagaimana seorang wanita memandang laki-laki ? Dalam hal ini terdapat dua riwayat, yaitu boleh melihat laki-laki asal tidak pada auratnya dan tidak boleh melihat melainkan hanya bagian tubuh laki-laki yang boleh dilihatnya. Pendapat yang dipilih oleh Abu Bakar dan merupakan salah satu pendapat di antara dua pendapat Imam Syafi’i yang didasarkan pada riwayat Ummu Salmah berkata bahwasanya aku pernah duduk di sebelah Rosulullah, tiba-tiba Ibnu Ummi Maktum meminta izin masuk. Kemudian Rosulullah bersabda, “Berhijablah kamu dari padanya”. Aku pun berkata, “Wahai Rosulullah, dia itu tunanetra”. Kemudian Rosulullah menjawab dengan nada bertanya, “Apakah kamu berdua (Ummu Salamah dan Maimunah) juga buta dan tidak melihatnya ?” (HR Abu Daud dan lain-lain).

Jadi bagaimana jika seorang wanita memandang laki-laki ? Dr. Syekh Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa memandang itu hukumnya boleh dengan syarat tidak dibarengi dengan upaya menikmati dan bersyahwat. Jika ada unsur menikmati dan bersyahwat, hukumnya haram. Karena itulah, Allah memerintahkan kaum muslimah menundukan sebagian pandangannya sebagaimana Dia memerintahkan laki-laki menundukkan sebagian pandangannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan, hendaknya mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan jangan menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa nampak daripadanya, dan hendaknya mereka itu memanjangkan kerudung sampai ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya atau kepada ayahnya atau kepada mertuanya atau kepada anak laki-lakinya atau kepada anak-anak suaminya, atau kepada saudaranya atau anak-anak saudara laki-lakinya (keponakan) atau anak-anak saudara perempuannya atau kepada hamba sahayanya atau orang-orang yang mengikut (bujang) yang tidak mempunyai keinginan, yaitu seorang laki-laki atau anak yang tidak suka memperhatikan aurat perempuan dan jangan memukul-mukulkan kakinya supaya diketahui apa-apa yang mereka rahasiakan dari perhiasannya” (An-Nur ayat 30-31).

Memang benar bahwa wanita dapat membangkitkan syahwat laki-laki lebih banyak daripada laki-laki membangkitkan syahwat wanita, dan memang benar bahwa wanita lebih banyak menarik laki-laki serta wanitalah yang biasanya dicari laki-laki. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa di antara laki-laki ada yang menarik pandangan dan hati wanita karena kegagahan, ketampanan, keperkasaan dan kelakiannya, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dengan sabdanya, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersunyi-sunyi dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan” (HR Ahmad).
Apabila seorang wanita melihat laki-laki kemjudian timbul hasrat kewanitaannya, maka hendaknya menundukkan pandangan. Dr. Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam buku “Fatwa-Fatwa Kontemporer” mengemukakan bahwa janganlah ia terus memandangnya demi mencegah timbulnya fitnah, dan bahaya itu akan bertambah besar lagi bila si laki-laki juga memandangnya dengan rasa cinta dan syahwat.

Semoga penjelasan ini bermanfaat....amiin. (MM 08122011)

Posting Komentar untuk "BOLEHKAH WANITA MEMANDANG LAKI-LAKI?"