Antara Surga & Neraka, Ashabul A’raf: Siapakah Mereka?
Beberapa kisah populer yang berkembang di masyarakat sering kali tidak memiliki dasar kuat. Ada riwayat tambahan yang menyebut Ashabul A’raf sebagai para pejuang yang syahid tanpa ridha orang tua sehingga tertahan di sebuah “tempat gantung” antara surga dan neraka. Namun menurut penelitian ulama hadits, cerita itu tidak memiliki sanad sahih dan tidak dapat dijadikan dasar akidah.
Artikel ini akan mengulas penjelasan valid dan shahih dari tafsir para ulama salafi klasik dan kontemporer, seperti Ibnu Katsir, Ath-Thabari, Syaikh Ibn Baz, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, dan Syaikh Shalih Al-Fauzan, sehingga pembahasan mengenai Ashabul A’raf menjadi jelas dan bersih dari riwayat lemah.
Apa Itu A’raf? Makna dan Penjelasannya
Kata al-A’raf berasal dari kata Arab:
-
‘urf = tempat tinggi, puncak, dataran yang menonjol.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dan Ath-Thabari, al-A’raf dijelaskan sebagai:
“Sebuah tempat tinggi seperti bukit atau gunung yang memisahkan antara surga dan neraka.”
Tempat ini memiliki posisi unik:
-
Dari sana, penghuninya melihat penghuni surga dan neraka.
-
Mereka dapat berbicara kepada keduanya, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an.
-
Mereka belum masuk surga, tetapi juga tidak masuk neraka.
Ini adalah gambaran langsung dari ayat 46:
“Di antara keduanya (surga dan neraka) ada sebuah tempat yang tinggi…”
Siapakah Penghuni A’raf Menurut Tafsir yang Sahih?
Menurut mayoritas ahli tafsir, pendapat paling kuat—didukung oleh sahabat dan tabi’in—adalah bahwa penghuni A’raf adalah:
1. Orang-orang yang timbangan amal baik dan buruknya sama
Ini adalah pendapat:
-
Ibn Mas’ud
-
Ibn ‘Abbas (riwayat yang lebih kuat)
-
Al-Hasan Al-Bashri
-
Qatadah
-
Mujahid
-
As-Suddi
Ibnu Katsir menegaskan:
“Pendapat ini yang paling kuat dan paling masyhur di kalangan ulama.”
Maknanya, mereka tidak cukup baik untuk masuk surga langsung, tetapi juga tidak cukup buruk untuk dicampakkan ke neraka. Mereka berada di tempat sementara, menunggu keputusan Allah.
Bagaimana Kondisi Penghuni A’raf?
Al-Qur’an menggambarkan kondisi psikologis mereka dengan sangat halus:
Mereka mengenal penghuni surga dan neraka
Allah berfirman:
“Dan mereka mengenal masing-masing melalui tanda-tandanya.”
(QS. Al-A’raf: 46)
Mereka berharap masuk surga
Ayat berikutnya menyebutkan:
“Dan mereka berharap agar dapat masuk ke dalamnya…”
Mereka berada dalam keadaan penuh harap, tetapi juga ketakutan ketika memandang neraka dari kejauhan.
Mereka memohon perlindungan dari neraka
Ketika melihat penduduk neraka, Allah berfirman:
“Mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami bersama kaum yang zalim itu.’”
(QS. Al-A’raf: 47)
Akhirnya mereka masuk surga
Kaum mukmin di surga memanggil mereka:
“Masuklah kalian ke dalam surga, tidak ada rasa takut pada kalian dan tidak pula kalian bersedih.”
(QS. Al-A’raf: 49)
Sehingga para ulama sepakat:
➡ Ashabul A’raf bukan kelompok yang binasa. Mereka akhirnya masuk surga.
Benarkah Penghuni A’raf Adalah Orang yang Syahid Tanpa Ridha Orang Tua?
Jawabannya: Tidak ada riwayat sahih yang menyatakan demikian.
Riwayat ini muncul dalam beberapa manuskrip tafsir klasik dengan sanad yang tidak jelas atau bersumber dari kisah Israiliyat. Para ulama salafi menjelaskan:
1. Syaikh Ibn Baz
Beliau menegaskan bahwa kisah tersebut tidak memiliki dasar sahih, dan tidak boleh mengaitkan hukum akhirat pada riwayat yang tidak kuat.
2. Syaikh Ibn ‘Utsaimin
Beliau menjelaskan bahwa Ashabul A’raf bukan kelompok tertentu berdasarkan cerita-cerita; mereka hanya kelompok yang ditentukan Al-Qur’an—orang dengan amal seimbang.
3. Syaikh Shalih Al-Fauzan
Beliau memperingatkan agar tidak membangun keyakinan berdasarkan cerita yang tidak bersumber dari Nabi atau sahabat dengan sanad kuat.
Kesimpulannya:
-
Kisah “syahid tanpa ridha orang tua” → tidak sah.
-
Tidak boleh dinisbatkan kepada Nabi atau sahabat.
-
Tidak boleh dijadikan bahan pengajaran akidah.
Namun, nilai moral tentang pentingnya ridha orang tua tetap benar, karena didukung hadis sahih:
“Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan kedua orang tua…”
(HR. Tirmidzi, hasan)
Tetapi hal ini tidak ada hubungannya dengan Ashabul A’raf.
Pelajaran Penting dari Kisah Ashabul A’raf
Meskipun hikayat-hikayat tambahan sering muncul, pelajaran utama dari ayat ini jauh lebih besar dan bersifat syar’i:
1. Amalan sekecil apa pun memengaruhi nasib akhir
Seimbangnya timbangan amal menunjukkan:
-
setiap kebaikan berharga,
-
setiap keburukan berbahaya,
-
tidak ada dosa yang dianggap “sepele”.
2. Rahmat Allah mendahului murka-Nya
Penghuni A’raf pada akhirnya dimasukkan ke surga.
Ini menunjukkan keluasan rahmat Allah terhadap hamba-hamba-Nya.
3. Harapan dan ketakutan adalah dua sayap iman
Penghuni A’raf digambarkan:
-
penuh harap kepada Allah,
-
tetapi juga takut azab-Nya.
Inilah keseimbangan iman seorang Muslim.
4. Surga tidak didapat dengan angan-angan
Mereka yang beramal pas-pasan berada dalam ketidakpastian.
Ayat ini menjadi peringatan agar:
-
memperbanyak amal baik,
-
menjauhi dosa,
-
tidak meremehkan ibadah atau ketaatan.
5. Pentingnya mengikuti dalil sahih dalam urusan akidah
Cerita-cerita menarik mungkin populer, tetapi dalam urusan akhirat:
-
Kita hanya boleh mengambil yang sahih.
-
Ketelitian dalam beragama adalah tanda ketakwaan.
Kesimpulan Artikel:
-
A’raf adalah tempat tinggi di antara surga dan neraka.
-
Ashabul A’raf adalah orang-orang yang amal baik dan buruknya seimbang.
-
Mereka dapat melihat penduduk surga dan neraka.
-
Mereka menunggu keputusan Allah dalam keadaan penuh harap.
-
Pada akhirnya, mereka masuk surga.
-
Kisah tentang orang syahid tanpa ridha orang tua dihukum di A’raf → tidak sahih, tidak boleh dijadikan keyakinan.
-
Pelajaran berharganya tetap: berbakti kepada orang tua merupakan amalan besar yang menentukan nasib seseorang.
Daftar Rujukan Shahih (Kitab & Tafsir Salafi)
Berikut sumber-sumber yang dijadikan dasar penulisan artikel ini:
-
Tafsir Ibnu Katsir, Surah Al-A’raf ayat 46–49
-
Tafsir Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an
-
Tafsir Al-Baghawi (Ma‘alim at-Tanzil)
-
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Fatawa Nur ‘ala ad-Darbi
-
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Tafsir Juz ‘Amma & Majmu’ Fatawa
-
Syaikh Shalih Al-Fauzan, Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitab at-Tawhid
-
Saheeh International, English Qur’an translation (referensi bahasa)

Posting Komentar untuk "Antara Surga & Neraka, Ashabul A’raf: Siapakah Mereka? "
silahkan berkomentar