Definisi Kesal

Mengelola Rasa Kesal dengan Cara yang Bijak

Rasa kesal adalah bagian dari fitrah manusia. Ia muncul ketika hati merasa terganggu, kecewa, atau mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai harapan. Dalam istilah lain, kesal adalah respon emosional yang muncul akibat tekanan eksternal maupun internal. Namun, bagi seorang muslim, rasa kesal tidak boleh dibiarkan berlarut-larut hingga menjerumuskan pada sikap buruk seperti mengeluh kepada makhluk, marah tanpa kendali, su’uzhan kepada Allah, atau melakukan tindakan yang justru memperkeruh keadaan. 

Para ulama menjelaskan bahwa hati seorang mukmin akan terus terjaga selama ia mengembalikan seluruh urusan kepada Allah, serta menghadapi ujian hidup dengan cara yang benar. Maka dari itu, mengatasi kesal bukan sekadar mengalihkan perhatian, tapi membenahi hati agar lebih ridha dan tenang di atas syariat.


1. Banyak Beristighfar – Obat Hati Paling Utama

Cara pertama sekaligus paling efektif dalam melapangkan hati adalah memperbanyak istighfar.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya.”
(QS. Hud: 3)

Istighfar bukan hanya permohonan ampun atas dosa, tetapi juga pengakuan bahwa kita adalah hamba yang lemah dan membutuhkan pertolongan Allah. Ketika hati sedang kesal, kecewa, atau gelisah, istighfar akan menenangkan jiwa, seperti air sejuk yang menyirami bara emosi.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa istighfar memiliki kekuatan untuk "membuka pintu-pintu kebaikan, menghilangkan kesempitan, dan memperbaiki keadaan". Banyak orang yang tidak menyadari bahwa kesempitan hati sering muncul karena dosa—baik disadari maupun tidak. Maka, ketika seseorang memperbanyak istighfar, hatinya menjadi lebih lapang, pikirannya lebih jernih, dan kesal pun perlahan mereda.


2. Mendefinisikan dan Memahami Rasa Kesal Secara Rasional

Kesal sering tumbuh karena kita bereaksi terlalu cepat tanpa menganalisis penyebabnya. Syariat Islam menuntun kita agar bersikap tenang, sabar, dan berpikir jernih. Nabi ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu kecuali ia menghiasinya, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu kecuali memperburuknya.”
(HR. Muslim)

Dengan melihat sebuah masalah secara proporsional, kita bisa meredam emosi. Tanyakan kepada diri sendiri:

  • Apa penyebab saya merasa kesal?

  • Apakah hal ini benar-benar penting?

  • Apakah kemarahan saya bermanfaat atau justru memperburuk keadaan?

  • Bagaimana pandangan syariat dalam situasi ini?

Ketika seseorang “mengurai” rasa kesal dengan pikiran yang jernih, ia akan lebih mampu menguasai dirinya. Kesal yang tadinya membara, akan mereda ketika disinari akal dan iman.


3. Contoh Ilustrasi: Kesal karena Kenaikan Harga BBM

Bayangkan situasi berikut:

Harga BBM naik. Harga sembako ikut melambung. Penghasilan tidak bertambah, tetapi pengeluaran makin banyak. Dompet menipis. Saat datang ke SPBU, antrean panjang membuat emosi naik. Rasa kesal pun muncul, seolah semua keadaan menjadi tidak bersahabat.

Ini adalah contoh nyata yang sering dialami banyak orang.

Namun di sinilah ujian bagi seorang muslim. Apakah kesal akan diolah menjadi keluhan tanpa solusi? Ataukah ia dinavigasi menjadi sikap yang lebih bijak?


4. Strategi Bijak: Melihat Keadaan dengan Sudut Pandang Positif

Salah satu cara mengurangi kesal adalah dengan melihat alternatif dan peluang yang ada, bukan hanya fokus pada masalah.

Misalnya:

Premium naik menjadi Rp 8.500 per liter. Pertamax harganya Rp 10.600. Selisihnya Rp 2.100.

Sebagian orang langsung kesal: “Makin mahal saja hidup ini!”

Padahal, jika dilihat secara proporsional:

  • Pertamax memiliki kualitas oktan lebih tinggi (lebih awet dan bagus untuk mesin).

  • Pemakaian mesin lebih efisien dan bersih.

  • Dengan membeli BBM non-subsidi, kita membantu mengurangi beban subsidi negara.

  • Selisih Rp 2.100 bisa dianggap sebagai investasi kecil untuk menjaga keawetan kendaraan.

Dengan sudut pandang yang lebih tenang, seseorang bisa berkata kepada dirinya:

“Daripada kesal berlarut-larut, mending saya memilih opsi yang lebih baik dan bermanfaat.”

Ketenangan seperti ini akan muncul ketika seseorang terbiasa berpikir rasional, tidak terburu-buru marah, dan selalu menimbang keadaan dengan iman.


5. Menghadapinya dengan Sikap Salafy: Sabar, Ridha, dan Tawakal

Manhaj salafy sangat menekankan adab hati dalam menerima takdir Allah. Para ulama salaf mengatakan:

“Jika engkau mendapatkan sesuatu yang tidak engkau sukai, maka bersabarlah;
Jika engkau mendapatkan sesuatu yang engkau sukai, maka bersyukurlah.”

Kenaikan harga, kesempitan ekonomi, dan ujian dunia bukan hal baru. Semua itu bagian dari ketentuan Allah yang tidak mungkin bisa ditolak. Sikap kita lah yang menentukan apakah kesal itu berubah menjadi pahala atau berubah menjadi dosa.

Beberapa adab salafy dalam menghadapi kesal dan ujian hidup:

1. Mengingat bahwa segala sesuatu terjadi dengan takdir Allah

Tidak ada yang terjadi kebetulan. Dengan menyadari hal ini, hati menjadi tenang.

2. Menahan lisan dari keluhan berlebihan

Keluhan tidak mengubah keadaan, malah menambah beban.

3. Memperbanyak doa dan istighfar

Inilah benteng hati.

4. Berusaha mencari solusi yang halal dan bijak

Syariat tidak mengajarkan pasrah tanpa ikhtiar.

5. Melihat masalah dunia dengan kacamata akhirat

Jika kita bersabar, setiap kesempitan akan menjadi penambah pahala.


Penutup

Kesal adalah bagian dari kehidupan. Namun seorang muslim tidak membiarkan kesal menguasai dirinya. Dengan istighfar, berpikir rasional, memahami takdir Allah, dan mencari solusi yang bijak, setiap masalah bisa dihadapi dengan lebih tenang dan bermartabat.

Justru melalui ujian-ujian kecil seperti ini, Allah mendidik hati kita untuk menjadi lebih sabar, lebih kuat, dan lebih dekat kepada-Nya.

Posting Komentar untuk "Definisi Kesal"