Menerangkan keadaan ahlul bidah bukan ghibah
Al Hasan Al Bashri berkata," Menerangkan keadaan ahlul bid'ah (ahlul ahwa) dan kefasikan orang yang berbuat fasik terang-terangan BUKAN perbuatan ghibah". (Al Lalikai no.279-280).
"Syarh Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah" (شرح أصول اعتقاد أهل السنة وال الجماعة) karya Imam Abul Qasim Hibatullah bin Al-Hasan Al-Lalika'i Ash-Shufi (wafat 418 H), ditemukan bahwa pernyataan tersebut terdapat di dalamnya.
Berikut adalah verifikasi dan konteks lengkapnya:
1. Pengecekan Sumber:
Kitab: Syarh Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah (شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة).
Penulis: Imam Abul Qasim Hibatullah bin Al-Hasan Al-Lalika'i.
Tempat Penyebutan: Jilid 1, halaman 136–137 (dalam beberapa cetakan).
Nomor riwayat: No. 279–280 (dalam penomoran kitab tersebut).
Sanad: Al-Lalika'i meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Qilabah (Abdullah bin Zaid Al-Jarmi), dari Al-Hasan Al-Bashri.
2. Matan (Teks) Riwayat:
Dalam riwayat tersebut, Al-Hasan Al-Bashri (wafat 110 H) mengatakan:
"ليس من الغيبة أن تذكر أهل الأهواء والفساق، إنما الغيبة أن تذكر المؤمنين"
"Bukanlah ghibah jika engkau menyebutkan (keburukan) ahlul ahwa (ahlul bid'ah) dan orang-orang fasik. Sesungguhnya ghibah itu adalah jika engkau menyebutkan (keburukan) orang-orang beriman."
3. Konteks dan Penjelasan Ulama:
Pernyataan ini tidak berarti membebaskan kita untuk mencela sembarangan, tetapi memiliki syarat dan batasan syar'i:
a. Tujuan yang benar:
Yaitu untuk menjelaskan kebid'ahan atau kefasikan mereka agar umat tidak tertipu, bukan karena dengki atau permusuhan pribadi.
b. Berdasar fakta, bukan tuduhan:
Harus berdasarkan bukti yang jelas (bid'ah atau maksiatnya terang-terangan).
c. Tidak melebihi batas kebutuhan:
Hanya menyebutkan sebatas yang diperlukan untuk peringatan, bukan mengekspos aib-aib lain di luar konteks.
d. Hanya dilakukan oleh yang berilmu:
Ini adalah tugas para ulama dan penuntut ilmu yang paham manhaj, bukan orang awam yang mudah terjatuh pada fanatisme atau penghakiman tanpa ilmu.
4. Dalil Pendukung dari Sunnah:
Nabi ﷺ pernah menjelaskan keburukan seseorang atau kelompok tertentu jika ada maslahat syar'i, seperti sabdanya tentang Khawarij: "Mereka adalah seburuk-buruk makhluk." (HR. Bukhari-Muslim).
Beliau juga mengizinkan menyebutkan keburukan orang yang menampakkan kefasikan jika ada hajat syar'i.
5. Batasan dalam Islam:
Jika mereka menampakkan kebid'ahan atau kefasikan, maka boleh dijelaskan kepada umat agar waspada (ini termasuk nasihat).
Jika mereka menyembunyikan keburukannya, maka tidak boleh dibongkar kecuali ada maslahat yang lebih besar dan dengan prosedur syar'i.
Tetap wajib menjaga adab, tidak menggunakan kata-kata kasar atau mencela di luar batas.
6. Referensi Ulama ahlussunnah:
Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa mengingkari pelaku bid'ah dan maksiat terang-terangan bukan ghibah, karena ghibah adalah menyebutkan saudaramu (sesama Muslim) dengan sesuatu yang dia benci, sedangkan ahlul bid'ah yang menampakkan kebid'ahannya telah keluar dari koridor persaudaraan dalam ketaatan.
Kesimpulan:
Pernyataan Al-Hasan Al-Bashri tersebut memang sahih diriwayatkan oleh Al-Lalika'i.
Ini bukan pembebasan untuk menghina, tetapi aturan khusus dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar dan membedakan antara ahlus sunnah dengan ahlul bid'ah.
Tetap harus dengan ilmu, adab, dan niat yang ikhlas.
Jika tidak memenuhi syarat, bisa jatuh pada ghibah yang diharamkan atau bahkan fitnah.
Posting Komentar untuk "Menerangkan keadaan ahlul bidah bukan ghibah"
silahkan berkomentar